Redefinisi Nama 1: ALLAH: DARI
ARABIA PRA ISLAM HINGGA INDONESIA MODERN
Seri Redefinisi dan Rekonsepsi Nama
Allah dan Urgensi Penggunaan Nama Yahweh Dalam Komunitas Kristiani
PEMAHAMAN TENTANG ARABIA PRA ISLAM
Arabia pra islam, artinya dunia Arab sebelum tersentuh nilai-nilai dan ajaran
Islam yang diajarkan oleh Muhamad bin Abd’llah. Adapun karakteristik dunia
Arabia pra Islam adalah:[f1]
Secara Politis: Dikelilingi oleh tiga kerajaan besar dan berpengaruh
yaitu, Sasanid Persia, Byzantium di Roma dan Abysinia di Afrika.
Secara Sosial : Pola kehidupan masyarakat yang masih menonjol
kesukuannya [tribal humanism].
Secara Kultural : kehidupan masyarakat yang masih dikuasai kebodohan.
Secara Spiritual : Merebaknya animisme [kepercayaan bahwa setiap benda
didiami roh], dinamisme [kepercayaan pada daya-daya gaib pada benda atau tempat
tertentu], fetisisme [kepercayaan pada jin-jin yang bersifat baik maupun
jahat], hanifisme [tendensi monoteistik yang bersifat asketik] serta perbauran
komunitas Yahudi dan Kristen yang datang pada Abad 1 Ms. Adapun komunitas
Yahudi dan kristen berdomisili di Medinah.
NAMA ALLAH PRA ISLAM
Sebelum Islam berkembang sebagai agama definitif yang diproklamirkan oleh
Muhamad dengan sahadat “La Ilah ila Allah” , adapun nama Allah itu
sendiri telah jauh dikenal didunia Arabia. Berikut pernyataan maupun komentar
para ahli, baik dari kalangan Islam maupun Kristen Barat yang meneliti
keislaman [Orientalisme]. Allah adalah nama dewa yang mengairi bumi dan
ternak[f2], nama dewa yang disejajarkan dalam sumpah-sumpah orang Quraish[f3],
nama dewa tertinggi suku badui Arab[f4], nama dewa tertinggi diantara sekian
banyak dewa lain yang disembah penduduk Mekkah pra Islam[f5], nama dewa bulan
pra Islam dengan simbolisasi bulan sabit[f6], kata nama yang diterapkan hanya
untuk menyatakan dewanya orang Arab secara khusus[f7], nama dewa jaman pra
Islam yang sama artinya dengan nama dewa Bel dari Babilonia[f8].
ASAL USUL NAMA ALLAH
Mengenai asal-usul nama Allah itu sendiri, masih menjadi bahan perdebatan baik
dikalangan Kristen maupun Islam. Kita akan melihat sekilas pemetaan silang
pendapat mengenai asal-usul nama Allah dibawah ini.
Pandangan Islam: Allah, berasal dari kata Al [definite article,
The] dan Ilah [generic name, God]. Penyingkatan dari kata Al dan Ilah
menjadi Allah, untuk menandai sesuatu yang telah dikenal. Dalam
perkembangannya, untuk mempermudah hamzat yang berada diantara dua lam [huruf
‘LL’], huruf ‘I’ tidak diucapkan sehingga berbunyi Allah dan menjadi
suatu nama yang khusus dan tidak berakar[f9]. Ada pula yang berpendapat bahwa
Allah berasal dari Al Ilahah, Al Uluhah dan Al Uluhiyah yang
bermakna ibadah atau penyembahan[f10]. Yang lain mengajukan bahwa Allah berasal
dari kata Alaha yang berarti menakjubkan atau mengherankan karena segala
perbuatannya[f11]. Sementara ada yang berargumentasi bahwa Allah berasal dari
kata, Aliha ya’lahu yang bermakna tenang[f12]. Kelompok pemikir dari
Kufah mengatakan bahwa Allah, berasal dari Al-Lah, yang diambil dari
verba noun lah yang berasal dari kata lahaya yang bermakna
menjadi tinggi[f13]. Sedangkan Ibn Al Arabi menyatakan bahwa Tuhan itu tidak
bernama, tetapi Dzat yang dinamakan oleh umatNya. Penamaan terhadap Tuhan,
berarti melimitasi eksistensi Tuhan[f14].
Pandangan Kristen : Ada yang beranggapan bahwa Allah adalah berasal dari
sumber Syriac, Alaha[f15]. Sementara yang lain berpendapat bahwa Allah
berasal dari akar kata rumpun semitis El, Eloah dan Elohim serta Alaha.
Bentuk Arabnya Ilah, lalu mendapat imbuhan Al yang berfungsi
sebagai definite article [The God- Al Ilah-Allah] [f16]. Kata Allah
berasal dari Al dan Ilah. Akar kata ini terdapat dalam semua
bahasa semitis, yaitu dua konsonan alif dan lam serta ucapan yang
lengkap dengan huruf hidup adalah sesuai dengan phonetik masing-masing[f17].
George Fry dan James R. King menyampaikan, “the name by which God is known
to muslim, Allah is generally thought to be the proper noun form of the Arabic
word for God, Ilah. Al, meaning The ini Arabic word. This word is related to
the Hebrew from El and Elohim[f18]. J. Blau menjelaskan bahwa kata Allah
adalah murni dari konteks Arab dan bukan dari sumber Syriac[f19].
PENGGUNAAN NAMA ALLAH DALAM KEKRISTENAN DI INDONESIA
Nama Allah, yang berasal dari dunia Arabia pra Islam, ternyata masih diperdebatkan
mengenai akar kata maupun artinya. Nama Allah, telah diadaptasi oleh
Kekristenan di Indonesia, melalui teks terjemahan Kitab Suci berbahasa Melayu
yang telah berlangsung sejak tahun 1629 [A.C. Ruyl], Th 1733 [M.Lejdecker], Th
1879 [H.G. Klinkert] sampai berdirinya Lembaga Alkitab Indonesia, yaitu Th 1954
hingga saat ini.
Sehubungan dengan pengadaptasian nama Allah, para penerjemah terdahulu
menggunakan jasa kaum muslim Melayu untuk menerjemahkan beberapa kata tertentu
dari bahasa Belanda yang dibawa para pekabar Injil[f20]. Hasil Pengadaptasian
tersebut menjadikan nama Allah yang adalah nama diri [personel name] dari dewa
pra Islam dan Asma Tuhan yang disucikan oleh komunitas Islam, hingga hari ini,
menjadi nama jenis [generic name]. Contoh: dalam teks Hebraic dari Kejadian 1:1
berbunti, “Beresyit bara Elohim et ha shamayim wqe et ha arets” , maka
dalam teks Lembaga Alkitab Indonesia menjadi, “Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi” . Demikian pula dengan nama Yahweh [YHWH] yang
adalah nama diri Sang Pencipta [Mzm 121:1-2], nama Bapa Surgawi [Yes 64:8] dan
nama Sesembahan yang benar [Yer 10:10], telah berganti menjadi TUHAN [dengan
huruf kapital semua] dan ALLAH [dengan huruf kapital semua]. Perhatikan contoh
berikut: “Ani Yahweh, hu syemi” [Yes 42:8], telah diterjemahkan menjadi,
“Aku ini TUHAN, itulah namaKu” . Demikian pula frasa, “Adonai Yahweh
diber, mi lo yinaven?” [Amos 3:8], telah diterjemahkan oleh LAI menjadi, “Tuhan
ALLAH telah berfirman, siapakah yang tidak bernubuat?”
Istilah Elohim telah diterjemahkan menjadi Allah kurang lebih 6000 kali. Nama
Yahweh, telah diubah menjadi TUHAN sebanyak kurang lebih 3000 kali. Sementara
nama Yahweh menjadi ALLAH, sebanyak kurang dari 3000 kali. Renungkan: Patutkah
nama diri Sang Pencipta diganti dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia?
Jawaban atas pertanyaan ini, akan membawa anda pada implikasi yang kompleks.
KEBERATAN DARI SISI FILOLOGIS DAN GRAMATIKAL
Pada bagian sebelumnya, telah dipaparkan kajian asal-usul nama Allah dari
perspektif historis maupun etimologis. Pada bagian ini akan kami perdalam
dengan menyaksikan tinjauan kritis mengenai akar kata nama Allah yang
dihubungkan dengan ungkapan semitik El. Eloah, Elohim [Ibr], Elah
[Aram], Ilanu [Akkadian].
Allah, bukan bentukan atau kontraksi dari Al dan Ilah. Jika benar Allah
adalah kontraksi dari Al dan Ilah, mengapa logika ini tidak berlaku untuk kata
Arab lainnya seperti, Al dan Iman, mengapa tidak menjadi Alman? Al dan Ilmu
mengapa tidak menjadi Almu? Bambang Noorsena pernah membantah dengan menyatakan
bahwa kasus penyingkatan Al dan Ilah, hanya terjadi dalam bahasa Arab[f21].
Renungkan: mengapa penyingkatan ini menjadi sangat istimewa pada kata Al dan
Ilah?
Allah, bukan berasal dari rumpun kata semitis El, Eloah dan Elohim. Jika
Allah adalah rumpun semitis dengan istilah Ibrani, El, Eloah dan Elohim, maka
bentuk gramatika jamak untuk Allah itu apa? Dalam terminologi Hebraik,
penjamakan kata benda, selalu digunakan akhiran “im” [jika gendernya
maskulin] atau “ot” dan “ah” , [jika gendernya feminin] [f22].
Kata “khay” [hidup] bentuk jamaknya adalah “khayim” [kehidupan].
Kata “Eloah” , bentuk jamaknya “Elohim” . Demikian pula dalam
bahasa Arab, istilah Ilah [yang sepadan dengan Eloah], bentuk jamaknya
adalah Alihah [Ilah-ilah]. Adakah bentuk jamak dari Allah? [f23]
Renungkan: Adakah tata bahasa yang membenarkan bahwa nama diri ditulis dalam
bentuk jamak?
Dalam Kitab Suci TaNaKh, tidak ada ditemui kata Allah dalam konotasi nama diri.
Dalam naskah TaNaKh berbahasa Ibrani, ada sejumlah kata yang berkonotasi dengan
Allah, namun sesungguhnya bukan. Contoh:
- Alla
[], huruf ‘h’ diakhir kata
tidak diucapkan karena tidak ada titik pengeras atau dagesh forte.
Artinya, “sumpah” [1 Raj 8:31]
- Alla
[], huruf ‘h’ akhir tidak
diucapkan. Artinya, “pohon besar” [Yos 24:26]
- Ela
[], huruf ‘h’ diakhir kalimat
tidak diucapkan. Artinya, “nama suatu kaum” [Kej 34:41] dan “nama
raja di Israel” [1 Raj 16:6-8]
- Elaha
[, Dan 5:21], Elah [, Dan 2;47a], Elahakhon
[ Dan 2:47b], adalah varian
bahasa Aram yang artinya sama dengan Eloah dalam bahasa Ibrani. Baik
Elah, Elaha atau Elahakhon dapat menunjuk pada terminologi Sesembahan
Israel Yang Sejati atau terminologi umum untuk sesembahan diluar Israel
- Eloah
[, Hab 3:3], Elohei [, 1 Taw 16:26], Elohim
[, Kej 1:1], artinya Yang
Maha Kuasa atau Sesembahan. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan
God dan dalam bahasa Yunani diterjemahkan Theos.
- El [, Kej 33:20] artinya Yang
Maha Kuat
Dalam Kitab Perjanjian Baru
[Beshorah-Injil], tidak ditemui kata-kata yang menunjuk pada nama diri Allah.
Ketika Yahshua [Yesus] berteriak di kayu salib saat kematianNya, Dia berseru: “Eli-Eli
Lama Shabakhtani?” [Mat 27:46]. Kata “Eli’, merupakan bentuk singkat
dari “Elohim” dan “Anokhi” atau “Ani” [saya]. Kebiasaan
menyingkat kalimat seperti ini biasa terjadi dalam tradisi Israel. Perhatikan
dalam Keluaran 15:2 yang selengkapnya dalam naskah Hebraik: “ze Eli,
weanwehu Elohei abi waaromenhu” . Kata “Eli” dalam ayat tersebut
diartikan “Sesembahanku” atau “Tuhanku”. Seruan Eli-Eli lama sabakhtani dalam
Matius 27:46 dalam Kitab Suci berbahasa Arab dituliskan, “Ilahi-Ilahi
limadza taroktani?” dan bukan “Allahi-Allahi limadza taroktani?” .
MENANGGAPI SOAL EKSISTENSI INSKRIPSI NAMA ALLAH DI KALANGAN KRISTEN ARABIA
SELATAN
Patut diakui adanya fakta, bahwa di Arabia Utara pra Islam, telah ditemui
sejumlah komunitas Kristiani non Khalsedonian yang telah lebih dahulu
menggunakan nama Allah, dalam pengertian Al Ilah yang Esa, sebagaimana ditemui
dari sejumlah inskripsi yang menurut Bambang Noorsena dipengaruhi
Kekristenan[f24]. Adapun inskripsi-inskripsi tersebut adalah : Inskripsi
Namarah [th 328 Ms], ditulis dalam huruf Aram Nabatea, sebua peralihan ke
huruf Arab. Inskripsi Ummul Jimmal [th 250 Ms], ditulis dalam huruf
Aram. Inskripsi Zabad [th 512 Ms], ditulis dalam huruf Yunani, Aram dan
Arab. Ditemukan disebuah gereja kuno dengan diawali kata, “Bismi’llah”.
Inskripsi Haran [th 568 Ms], ditemukan disebuah gereja kuno dengan huruf
Arab serta ada tanda salibnya, sebagai ciri kekristenan. Inskripsi Ummul
Jimmal [th 500 Ms] dengan tulisan Arab, “Allah Ghafran” [Allah
mengampuni]
Terhadap fakta ini, terlebih dahulu kita melakukan kilas balik. Komunitas
Yahudi dan Kristen telah ada di Arabia sekitar Abad 1 Ms. Sedangkan nama Allah
yang terkadang dihubungkan dengan eksistensi Ka’bah pra Islam, telah lama ada
jauh sebelum komunitas Kristiani maupun Yahudi. Konsekwensi logisnya, tentulah
Yahudi dan Kristenlah yang telah mengadopsi kata tersebut dan menghubungkannya
dengan terminologi Ibrani Eloah dan Elohim. Renungkan: Jika telah terjadi
proses adopsi terminologi, berarti penggunaan nama Allah dalam komunitas Yahudi
dan Kristen Arab pra Islam, tidaklah orisinil. Apalagi nama Allah, bagi
komunitas Arabia pra Islam, dihubungkan dengan nama dewa-dewa tertentu yang
bersifat paganistik, sebagaimana telah dipaparkan diawal kajian ini.
Footnote:
- [f1] : Pdt. Djaka Soetapa, Th.D., UMMAH:
Komunitas Religius, Sosial dan Politis dalam Al Qur’an, Yogyakarta: Duta
Wacana University Press, 1991, hal 55-101
- [f2] : Muhamad Wahyudi Nafis, Passing Over,
Jakarta: Gramedia Pustaka Tama, 1998, hal 85 – mengutip R. Al Faruqi dalam
Cultural Atlas of Islam, 1986, p.65
- [f3] : K.H. Moenawar Khalil, Kelengkapan Tarekh
Muhamad, Jil IA, hal 269
- [f4] : Prof. DR. K.H. Kraemer, Agama Islam,
Djakarta: BPK, 1952, hal 11
- [f5] : Huston Smith, Agama-Agama Manusia,
Yayasan Obor Indonesia, 1991, hal 258
- [f6] : DR. Robert Morey, Islamic Invasion,
Harvest House Publisher, 1992, p.211-218
- [f7] : James Hastings, Encylopedia of Religion
and Ethic, T&T Clark, 1908, p.326
- [f8] : Thomas O’Brian, Paul Meagher, Encylopedia
of Religion, Corpus Pub, 1979,
p.117
- [f9] : DR. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir
Ilahi, Lentera Hati, 1998, hal 3-9
- [f10] : Ibid
- [f11] : Ibid
- [f12] : Ibid
- [f13] : DR. Djaka Soetapa, Penterjemahan Kata
Yahweh dan Elohim menjadi TUHAN dan Allah dalam Perspektif Teologi Islam,
hal 2 [Makalah disampaikan pada Sarasehan Terjemahan Alkitab Mengenai Kata
TUHAN dan ALLAH, PGPK, Bandung, 5 Juni 2001]
- [f14] : DR. Kautzar Azhari Noer, Tuhan Kepercayaan
[Artikel Koran Jawa Pos, 23 September 2001
- [f15] : Arthur Jefrey, The Foreign Vocabulary of
the Qur’an, Baroda:Oriental Institute, 1938, p.66
- [f16] : Bambang Noorsena, Mengenai Kata Allah,
Institute for Syriac Christian Studies, Malang, 2001, hal 9
- [f17] : Olaf Schumman, Keluar dari Benteng
Pertahanan, Rasindo, hal 172-174
- [f18] : George Fry and James R. King, Islam: A
Survey of The Muslim Faith, Baker Book House, 1982, p.487
- [f19] : Arabic Lexicographical, Miscelani, 1972, p.
173-190
- [f20] : Kitab Perdjanjian Beharoe, 1940, hal 1
- [f21] : Op.Cit., Mengenai Kata Allah, hal 16-17
- [f22] : DR. D.L. Baker, Pengantar Bahasa Ibrani, BPK
1992, hal 89
- [f23] : Teguh Hindarto, STh., Kritik dan Jawab
Terhadap Efraim Bambang Noorsena, SH. [Artikel di Majalah BAHANA No 09,
2001, hal 13]
- [f24] : Op.Cit., Mengenai Kata Allah, hal 62-69
Pdt.
Teguh Hindarto, MTh.
Disampaikan pada Forum Panel Diskusi
Di Auditorium Duta Wacana-Yogyakarta
Tgl 20 Oktober 2003